Menjadi Tempat Pengungsian Dari Setiap Kesepian

12/11/2020 04:37:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments

 
Hidup antara memiliki dan menjadi. Kadang kita bisa menjadi tempat pengungsian bagi kesepian orang lain namun lebih sering juga kita mencari tempat pengungsian kepada orang lain. Lari daripada kesepian masing-masing.

Setiap dari yang bernyawa pasti pernah memiliki pengalaman keterasingan diri (merasa asing terhadap diri sendiri). Anehnya, tak sedikit orang yang lebih (seolah) mengenal orang lain ketimbang dirinya sendiri. Itu lebih bahaya, karena orang demikian bisa menjadi pemicu hingga menjadi Hakim untuk manusia lain~ Hey! siapa kita?

Sebenarnya apa yang menjadi kebutuhan paling mendasar dari umat manusia? Sudah banyak pemikir-pemikir besar sebelumnya yang mencoba merefleksikan jawaban yang beragam sesuai perubahan zaman masing-masing. Marx mengistilahkan sepi dengan "alienasi", Fromm menyebutnya dengan istilah "dilema eksistensial" pula Rumi memaknai kesepian dengan "pelenyapan diri" dan masih banyak lagi istilahnya dari Al-Ghazali, Ali Syariati, Nietzsche juga om-om filsuf yang lain.

Betul, kita memang lahir dan mati sendiri tapi ndak bisa manusia hidup seorang diri. Misalnya saya juga, tidak mau mati dalam kesepian.~ Tapi, sama seperti cinta yang tak bisa kita pilih: apakah kita yang akan jatuh cinta? Atau justru membiarkan cinta memilih kita?. Kesepian pun begitu, orang tak bisa memilih kapan ia akan sepi, pada waktu keberapa ia akan terasa asing. Beda sama pergantian siang dan malam yang kita ketahui persis catatan jamnya. Selain di keramaian, sepi juga bisa selamanya.

Kesepian berbeda dengan kesendirian, jadi dari keduanya sebenarnya apa yang menjadi kebutuhan dasar kita sebagai manusia?

Bagi saya, kebutuhan yang paling mendasar dari umat manusia adalah penyatuan agar kita terbebas dari penjara kesunyian. Penyatuan secara relasi vertikal (habluminallah) dan horizontal (habluminannas). Pengalaman keterasingan diri, bisa menjadi penyebab utama kecemasan dan keputus-asaan serta hilangnya suatu harapan. Selain sandang-pangan sebagai kebutuhan materiil dan kebutuhan spiritual (imateriil)

Pula dalam konteks ke-indonesiaan, negeri ini masih sangat membutuhkan effort yang keras untuk mewujudkan sila ke-3 (Persatuan). Saya ucapkan juga selamat Hari Peringatan HAM Internasional 10 Desember kemarin. Pesan saya satu, jangan merenggut, mengurangi, mencederai hak orang lain, jika kita juga tidak mau haknya dilanggar. Baik personal maupun kelompok (negara sekalipun). Udah, ini bukan catatan webinar Refleksi 72 Tahun HAM kemarin 😆

Setiap orang tentu punya cara yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan akan penyatuan ini. Akan tetapi, dari sekian banyak penelitian satu-satunya cara yang benar-benar berhasil adalah melalui tindakan mencintai. Cinta adalah hasrat yang paling hakiki. Ia merupakan kekuatan yang menjaga ras manusia tetap dalam kebersamaan…

Tanpa cinta kemanusiaan tidak akan pernah ada. Pikirkan dengan sungguh-sungguh!.

Ketika cinta adalah seni. Maka mencintai ialah keterampilan yang harus dipelajari juga dipraktekkan dalam kebiasaan sehari-hari secara aktif. Jika Indonesia, jika kita tidak bisa bersatu dalam Iman, maka tidak ada alasan untuk bercerai-runtuh dalam kemanusiaan. Keperdulian, tanggung jawab, rasa hormat, pengetahuan dan adab saya rasa adalah elemen dari cinta.

Pejabat yang korupsi, sebab ia tidak memiliki cinta yang murni untuk negaranya.
Mereka yang selingkuh (curang), sebab ia tidak mengetahui makna cinta secara utuh.
Malas beribadah, sebab kita tidak mengenal cinta yang sungguh kepada Sang Khaliq.
Suka mencela, pandai berbohong, membangkang terhadap orangtua dan guru, itu karena kita kekurangan cinta!.

Cinta itu aktif, cinta itu memberi, cinta itu membuka diri. Cinta itu melepaskan keangkuhan diri, cinta dapat memperkaya kesejatian diri, cinta tidaklah didasarkan pada kebutuhan yang mementingkan diri sendiri, melainkan pada penyatuan bersama semesta.

Ana mau berbagi magic:
"Mulai hari ini, jangan lagi takut pada rasa sendiri dan sepi. Catatlah banyak kalimat, semoga lepas rasa gundah keluar sedikit pikiran dalam bentuk paragraf."

Tasikmalaya, 11 Desember 2020

You Might Also Like

0 Comments: