KAFA'AH (Ikhtiar Kesepadanan Jodoh)
"Apapun yang menjadi takdirmu, pasti akan mencari jalannya sendiri untuk menemukanmu." - Ali bin Abi Thalib
Setiap dari kita adalah pemeran utama dalam film masing-masing. Dan setiap dari kita juga merupakan figuran bagi tiap-tiap kisah hidup orang lain. Kelak, orang lain akan memberi kesaksian pasca kematian kita, soal bagaimana hidup dihabiskan atau nilai-nilai hidup yang bagaimana yang sudah kita wariskan. Adakah? Apakah kita memerankan tokoh protagonis, antagonis atau tritagonis. Wallahualam bishawab. Saya jadi teringat mendiang salah satu guru bangsa, seorang cendekiawan muslim sekaligus agamawan Alm. Ahmad Syafii Maarif yang kita kenal dengan Buya Syafii Maarif. Alfatihah untuk beliau.
Konsep Kafa'ah
Pasti banyak pertanyaan di kepala kalian. Semacam, "Apasi sesungguhnya kafa'ah? Sepadan? Sekufu?", "Apakah hal demikian sifatnya dinamis atau tetap? Fakultatif atau mengikat?", "Apakah kesekufuan bisa di ikhtiar kan?".
Sepadan - artinya memiliki nilai (hidup) yang sama. Setara. Serasi, Sebanding dengan. Kesepadanan tidak ditentukan oleh suku, agama, kedudukan, pendidikan, kekayaan, status sosial, keturunan, bangsa, fisik dan sebagainya tapi pada "Khairunnas Anfa'uhum Linnas" (kemashlahatan, ketakwaan, menjadi anugrah seluas-luasnya di muka bumi sebagai khalifah). Pentingnya kesepadanan tak lain untuk menguatkan tauhid secara bersama-sama.
Sepasang - dimulai dari berdua bersama pasangan.
Empat perkara parameter memilih pasangan dalam islam:
1. Hartanya
2. Keturunannya
3. Parasnya
4. Agamanya
Hanya satu standar kafa'ah suami - istri yaitu sepadan yang dikehendaki oleh Allah. Tentu dari empat parameter diatas kita boleh memiliki karakteristik lain, katakanlah kecerdasan, keahlian, atau apapun nilai hidup sebagaimana selera dan standar mu. Catatannya, konsep sekufu manusia itu harus sejalan dengan sekufu menurut Allah. Sekufu yang ideal bagi setiap insan. "Menjadi versi terbaik diri masing-masing". Sepadan secara nilai; cara pandang, visi misi, serta cara hidup. Kesepadanan tidak diukur hanya dari kekayaan, pekerjaan, keturunan, rupa, iman, atau pendidikan. Sebagai contoh, nilai bagaimana menjadi manusia yang terdidik jauh melampaui pendidikan. Ini soal sikap - bagaimana kecerdasan membawa kita pada kebijaksanaan.
Begini:
- boleh kita ingin menikahi atau dinikahi oleh orang yang rupawan? Boleh. Dengan catatan dia harus baik dulu (berakhlak). Jika tidak, boleh jadi kelak dia akan berpaling dengan atau sebab parasnya.
- boleh kita ingin menikahi atau dinikahi oleh orang yang keturunannya ningrat atau mapan secara financial? Boleh. Asal, yang utama, dia harus baik dulu. Jika tidak, maka suatu saat mungkin dia mendapat dukungan untuk berbuat dzolim dari keturunannya dan harta yang membuatnya tidak memanusiakan mu sebagai perempuan - sebagai pasangan.
Nah, begitu juga untuk standar kesepadanan lainnya, semuanya boleh. Asal syaratnya, dia baik dulu. Agamawan yang baik - mereka yang tidak mungkin menindas menggunakan dalil-dalil agama (Ayatisasi). Melafalkan hafalan - lalu menerapkannya dalam konteks sehari-hari. Sholeh secara sosial, membawa spirit spiritual dalam laku keseharian. Pula, orang-orang yang berilmu lainnya, ilmu tidak menjamin adab yang baik dan adil. Baik itu = beradab. Ndak sedikit manusia berilmu yang culas, licik dan menipu.
Pernikahan yang kafa'ah
Pernikahan saya pikir tidak boleh melunturkan atau mencederai amanah kita sebagai khalifah fIl ard di muka bumi. Maka ketika perkawinan isinya mengganti tupoksi manusia, yang sejatinya "subjek" - subjek spiritual, subjek intelektual, subjek seksual kemudian beralih menjadi "objek" - objek seksual (perempuan dilihat sebagai alat pemuas; gairah), objek spiritual (taat yang membabi buta - diperbudak), objek intelektual (menjadikan perempuan sebagai tamu di ruang publik), objek fisik (menjadikan perempuan layaknya pajangan dan mesin reproduksi saja), berikut itu adalah pernikahan yang jahil! Naudzubillah.
Taat pada manusia itu tidak mutlak dan tetap. Kodrat manusia yang pertama itu hanya taat kepada Allah. Dengan konsep piramida: bagian atas yakni spiritual, sisi kiri adalah intelektual dan sisi kanan yaitu fisik. Jadilah manusia yang adil, sebab adil lebih dekat kepada takwa.
Pernikahan erat kaitannya dengan menjadikan perempuan sebagai hiasan. Perempuan harus cantik terus, muda terus, melahirkan banyak anak, serta menggairahkan. Demikianlah sejarah jahiliyah bangsa Arab dahulu. Padahal secara literal, tafsiran Ayat-ayat adil dalam Al-Quran tak lain adalah bermakna soal pemberdayaan perempuan. Konsep saling. Memiliki visi, misi, fondasi, yang sama untuk menjalankan sebaik-baiknya peran-peran kita sebagai manusia (perempuan dan laki-laki) di muka bumi.
Tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk mendapatkan ketenangan jiwa, lahir dan batin bagi suami dan istri. (baca: suami dan istri. Bukan suami saja). Tercapainya sakinah - mawadah - warahmah bagi kalian berdua. Laki-laki dan perempuan. Bukan untuk mu, kebahagiaan laki-laki saja, tapi juga bukan bahagia milik perempuan doang.
Pilar pernikahan
Dalam menjalankan, merawat dan menjaga sakinah - mawadah - warahmah, kita perlu mendudukan diri bersama pasangan untuk berikhtiar mewujudkan kemashlahatan. Dengan prinsip:
1. Zawaj (ketenangan jiwa suami dan istri).
Dalam Al-Quran: Al Baqarah: 187, Ar Rum: 21.
2. Mitsaqan Ghalidlan (Janji kokoh; setia, komitmen).
Dalam Al-Quran: An Nisa: 21
3. Mu'asyarah Bil Maruf (Bergaul secara bermartabat - dengan akal dan moral).
Dalam Al-Quran: An Nisa: 19
4. Musyawarah (Tidak instruktif).
Dalam Al-Quran: Al-Baqarah: 233.
5. Taradlin (Saling ridho).
Dalam Al-Quran: Al-Baqarah: 233.
Ujung hidup kita tak lain ialah selalu berkaitan dengan proses. Sebuah ikhtiar. Bagimu laki-laki, bagiku perempuan. Mendapat jodoh, bergerak menyempurnakan akhlaq, meniscayakan musibah dan anugrah, menghendaki seluruh jalan ketentuan Tuhan.
Last but not least...
Dear Jodoh,
Konsiderasi untuk menentukan masa depan berdua, tidak terletak pada siapa ikut siapa, melainkan apa yang kemudian menjadi aspirasi hidup berdua, mana yang lebih konstruktif dan berpeluang, serta bagaimana cara yang paling strategis untuk berdua memperjuangkannya? Works as a unit. Saling berkolaborasi, saling berkontribusi di ruang domestik dan publik.
Perkawinan yang sekufu menurut ku adalah Tim yang teguh memegang komitmen yang kontinu ditengah gempuran dinamisasi. Perkawinan sama sekali bukan penghambaan. Jangan meng-iya-kan kesetaraan (kafa'ah) dalam ucapan tapi manipulatif dalam tindakan.
Kita tahu tidak ada manusia yang sempurna, begitu pun soal fantasi kebahagian dalam karier atau percintaan, kita kadang terlalu sibuk menghitung segala aspek yang melekat di diri pasangan, seberapa cocok dengan standar kualifikasi idealitas kita. Meski demikian, ana harap level cinta yang ku miliki ini tidak didorong oleh nafsu atau pun ego diri. Andai menjadi sepasang ialah misi kemanusiaan, maka yang akan selalu saya utamakan adalah tentang komitmen tanggung jawab serta perasaan cinta dan sayang yang berkepanjangan.
Konsep ideal, standarisasi, merupakan referensi citra materiil. Jangan sampai kita terjebak dalam penjara pikiran, hingga tidak sensitif pada hal-hal batin. Gagal mengenali diri sendiri, lantas gagal mengenali yang sejati. Jangan sampai begitu, kata Mbak Dewi.
Buat setiap anak muda yang hendak berjuang untuk pernikahan, baik yang sudah ada calonnya atau belum tetep semangat! Work in silence, sabar - ikhtiar lalu bertahan (setia) - "kalau uda jodoh gak akan kemana" itu undebatable. 😁 Bagi yang sudah menikah - semoga senantiasa samawa dunia akhirat 💝
Love and prayers,
Sena.
Tasikmalaya, 4 Juni 2022


0 Comments: