“Tangguh” Bukan Kehormatan, Tapi Cara Bertahan

6/28/2025 02:06:00 AM Sena Putri Safitri 0 Comments

"Penghargaan yang membuatku sungkan~" 
Barangkali ini bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Tapi saya agak terharu hari ini, bukan karena merasa hebat, tapi justru karena merasa bingung dan sungkan. Dalam dunia gerakan perempuan, saya lebih lama di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Tapi, setelah menikah saya coba menjalankan keduanya. Korps IMMawati IMM Dewan Pimpinan Pusat dan Nasyiatul Aisyiah.
 
Beberapa waktu lalu, saya dihubungi salah satu Yunda PWNA, katanya ada undangan acara Milad ke-94 Nasyiatul Aisyiyah. Saya pikir ini undangan biasa: datang, duduk, dan nikmati snack yang disediakan panitia, sukur-sukur pulang dapat totebag. Wkwk Ternyata, saya dapat undangan sebagai penerima penghargaan. Loh kok isho?
 
Lama saya bergumam dalam hati, "Apa yang saya telah lakukan hingga layak dapat penghargaan. Apakah dilihat dari jumlah kasus yang saya respon selama saya di Nasyiah, atau inovasi apa yang kemudian saya torehkan hingga dapat apresiasi ini. Sedangkan, saya yakin di luar sana banyak sekali perempuan tangguh sesungguhnya yang lebih progresif dan justru jauh dari sorot dan pengakuan.” Jadi sebetulnya saya sangat sungkan.
 
Penghargaan ini bikin saya mikir. Apa sebenarnya parameter “perempuan tangguh” itu? Tentu saja bukan hanya soal sebarapa banyak kasus yang saya dan tim advokasi, bukan jumlah forum yang saya dihadiri, juga bukan soal seberapa besar saya bersabar dengan situasi yang kompleks, tidak menangis meski dituduh bawa agenda asing gara-gara membela korban kekerasan seksual atau sering dibilang tidak becus bahkan oleh sesama perempuan!. Dalam konteks ini, saya sering merasa "Siapapun tolong advokasi saya!" haha
Lucunya, semakin saya mencoba menganalisis alasan kenapa saya dapat apresiasi ini, semakin saya sungkan. Tapi bukankah itu ironi paling manusiawi? Bahwa justru yang layak diakui adalah mereka yang tidak mengejar pengakuan itu sendiri?
 
Saya bukan siapa-siapa tanpa tim! Saya berada di antara banyak perempuan yang memilih tidak berdiam diri dan menikmati hidup dengan tenang, mapan dan nyaman. Di antara mereka yang tak tertulis dalam narasi-narasi publik, tak tercetak dalam pamflet, namun langkahnya inovatif, sabar dalam keterbatasan SDM dan anggaran, dan itu saban hari. Ketika negara gagal melindungi, mereka hadir menyediakan perlindungan alternatif.
 
Tentu saya bersyukur. Penghargaan ini semacam pengingat bahwa perjuangan masih sangat Panjang. Kerja-kerja sunyi yang kita lakukan kadang dinegasikan tapi juga ternyata ada yang memperhatikan. Saya harus bilang: perempuan-perempuan tangguh itu banyak. Yang lebih tajam, lebih lantang, lebih berani dan lebih nekat dari saya. Tidak sedikit yang tidak pernah dapat sorotan tapi justru jadi panggung buat orang lain. Kalau saya hari ini yang dapat penghargaan, mungkin karena yang lain sedang sibuk bertahan meski dunia bilang, “sudah menyerah saja!”
 
Terakhir, saya persembahkan apresiasi ini buat seluruh perempuan muda utamanya kader Nasyiatul Aisyiah Kota Yogyakarta dan siapa pun yang masih percaya bahwa advokasi sosial bukan hanya tentang kertas kerja dan diskusi belaka, terima kasih. Mustahil kita bisa menyelamatkan semesta. Tetapi, setidaknya kita berusaha tidak menjadi bagian dari yang merusaknya.
 
Kita semua sedang berjuang. Dengan cara kita masing-masing. Dengan lelah yang sama, dan cinta yang mungkin diam-diam saling menguatkan. Saya lebih senang memaknai "tangguh", ya kata lainnya keras kepala. Sebab dunia gak dirubah oleh orang yang menerima-menerima saja.
 
Yogyakarta, 28 Juni 2025

 

 



0 Comments: