 |
| We loved each other in this house. |
Not falling in love, but growing in love
Sayang, Have you ever heard the saying, "To be independent, you have to find the right person to be dependent to."
Seeing you bloom, made me realize that I can too. I didn’t fall in love with you. I grew into it. Instead of finding an ideal person that checked off all of my naive expectations, I realized that I held a rarer lens than that — a lens that allows you to see a person’s true form and still love them, just as the work in progress that they are. I saw a person with a valuable past, a rich and admirable present, and an exciting future. It was imperfect, it took practice, it was the most human kind of love. A kind of love with no end destination. Only constant growth. It was like slowly steeped tea that becomes more fragrant over time.
There was no grand realization that you and I were intensely kindred spirits. I don’t know when I started missing you. I can’t pinpoint the first time my gaze went soft for you and I started staring into your eyes a few seconds longer. And getting longer. I don’t know when your hair started to feel different in my hands. Or when you dance cutely, shirtless, passionately and especially touching you are always my favorite. I don't know when we transmitted to each other the passion and ambition of a new life.
I don’t know when I realized how much I enjoyed listening to you. I became enamored by the way your face would light up when you talked about the things you loved. Your eyes would get wide and you’d interrupt frequently. Your volume would increase. You’d excitedly fidget in your seat. Listening to you helped me learn about you, and I liked that it made you feel good to get those thoughts out. The more I learned, the more I felt my love grow, little by little, story by story.
I don’t know when I started to notice all of your awkward quirks, and when each one made my heart swell a little more everyday.
I don’t know when my love for you started to feel lush and overgrown. Wet and dewey. Like roots bursting through the bottom of a potted plant. Like a betel leaf plant, sprawling and strangling a stone wall. Protective like the shade of a tree. We don't know when we were able to let go of each other's ego. We patiently learn how to love without expectation. It teaches us how to be pure and present in the moment without distraction or disappointment. How can someone possibly disappoint you if you expect nothing from them? We never feel or assume that I know you best or that you understand me best, because we grow and evolve vis-à-vis each other being mirrors for each other. I see who you are today, and I get excited to see who you are in the future and so do I.
Learning from each other
“Pernikahan itu bukan untuk hubungan yang bertahan tapi bagaimana kita menikmati hubungan”
Seberapa banyakpun harta berlimpah, wajah pasangan yang rupawan, berketurunan, andai isi dari perkawinan kita tidak bahagia maka semuanya sia-sia. Rumah besar terasa dingin, kosong dan hampa. Maka berbahagialah, nikmati pasangan mu setiap harinya.
1. Berhenti saling menyalahkan (intropeksi diri).
Berhenti menuntut pasangan mengerti sedangkan kita tidak mengkoreksi diri, sedangkan kita tidak mudah untuk rendah hati dan mengucapkan “Sayang, maaf saya yang salah”. Mulai secara sadar genapi kewajiban masing-masing dan layani kebutuhan serta kemauan pasangan kita. Tanya pasangan, “Sayang, apa kamu berbahagia hidup bersamaku?”. Pernah ndak?
2. Saling menjadi teladan satu sama lain.
Jika pasanganmu terdapat kekurangan, maka do’akan lantas contohkan dengan perbuatan jangan malah ditinggalkan. Lakukan pemulihan dalam hubungan itu dengan mulai mencontohkan dalam laku keseharian, dari hal-hal kecil sampai bagian prinsipil, bukan gempuran tuntutan kepada pasangan.
3. Saling menghargai dan paham fungsi.
“Kasihilah istrimu seperti kamu mengasihi diri sendiri dan hendaklah istri menghormati suaminya”.
Berbicara yang baik dengan cara yang baik dan diwaktu yang baik kepada pasanganmu sebagai sesama khalifah fil ard supaya doa-doa kita tidak terhalang. Suami adalah sumber aktif penyedia bagi keluarga sehingga sampai pada tujuan bersama dunia-akhirat. Istri yang cakap ialah mahkota bagi suaminya, jangan menjadi istri yang ibarat penyakit - membusukan tulang suaminya.
“الْـحَيَاءُ مِنَ الإيْمَـان - Rasa malu itu sebagian dari iman.” Sungguh, rasa malu adalah pakaian sepasang suami istri yang melindungi dari segala hal yang keliru. “Malu adalah bagian dari iman dan iman itu ada di dalam surga” (HR. Tirmidzi).
Keindahan (rupawan) lahiriah mungkin membuat pasangan dan orang lain bangga, namun keindahan batiniah itu yang membuat pasangan mu betah. Nikmatilah pasanganmu, seumur hidupmu, itu bagian dari umurmu yang sebentar di muka bumi. Jangan sering melihat pasangan orang lain (pria atau wanita). Jangan sering melihat hal-hal yang haram. Sebab demikian, yang halal bagimu Allah cabut kenikmatannya. Setan itu jenius, sebelum menikah pasangan kita itu adalah yang paling ideal, namun setelah menikah kekasih orang itu terlihat istimewa. Begitu juga yang belum berpasangan, hati-hati terkadang "pasangan orang jauh lebih menantang" katanya. Padahal sama saja tergantung seberapa tebal rasa syukur mu padaNya. Percaya diri boleh, tapi tahu diri jauh lebih penting.
Sayang, happy anniversary yakk... so grateful for every second. I love you and we continue.
 |
| Bonus: Terimakasih buat tmn2 yang semalam meramaikan pengajian kecil2an plus games hadiah jutaan rupiah haha |
Yogyakarta, 23 October 2023
0 Comments: