Pada malam hari, saya selalu senang mengamati bintang-bintang. Bukan karena kilap sinarnya tapi karena mereka banyak nan jauh. Meskipun, ditengah musim pancaroba yang tak menentu kapan hujan - kapan panas begini sulit melihat gemerlap cahaya itu akhir-akhir ini.
Lebih dalam dari itu, saya menyukainya "sebab peristiwa tersebut tubuh saya mengalami lompatan masa lalu dan masa depan secara serentak. Kaki saya berdiri di masa kini tetapi mata saya mengalami masa lalu dan masa depan secara bersamaan. Ketika cahaya bintang menyentuh mata, sesungguhnya bintang tersebut sudah lama tiada atau bahkan belum ada - sama-sama jauh disana."
Sebelum menikah dan atau memiliki anak, saya akan menikmatinya sebagai keajaiban indah yang sederhana. Barangkali peristiwa indah tersebut berbeda, "kelak di rumah kecil kami dengan kehadiran suami dan anak-anak kami, persilangan waktu semacam itu adalah peristiwa yang berlangsung setiap detik; melingkupi keluarga kami sepanjang hari, dari pagi menuju malam sampai kembali pagi."
Di masa saya berdiri sekarang, saya merasa setiap orang di rumah kami secara bersamaan tinggal di tahun-tahun berbeda. Mamah, Appa, Saya, Andra dan Rizmi hidup di waktu dan ruang sendiri-sendiri. Saya selalu merasa bahwa masa kini adik-adik saya sesungguhnya adalah masa lalu saya. Sedangkan, masa kini orangtua adalah masa lalu anak-anak. Namun, masa kini anak-anak tak lain adalah masa lalu dan masa depan setiap orangtua 🥺
You know...? Saya selalu melihat setiap kegiatan adik-adik dan orangtua saya sebagai peristiwa mengamati bintang. Tubuh dan pikiran mereka mengalami saya sebagai masa lalu serta masa depan. Setiap tindak-tunduk saya di masa kini ialah masa depan saya yang sesungguhnya masa lalu adik-adik saya. Saya selalu memikirkan apa yang akan terjadi dengan adik-adik saya sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Pahitnya, ya tanpa orangtua kami.
Saya selalu bertanya: Apakah senyum orangtua hari ini adalah masa lalu air mata mereka? Berapa banyak hal yang saya lakukan hari ini?
Bahkan yang saya anggap baik buat orang-orang yang amat saya cintai ini, boleh jadi egoisme bagi mereka sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang? Di setiap masa kini, saya melihat diri saya di pikiran adik-adik saya di masa depan, berjalan tertunduk menyesalkan hal-hal yang belum dan telah saya lakukan. Saya selalu merasa setiap aku mencintaimu yang saya ucapkan kepada mereka tidak pernah bisa lebih dari aku meminta maaf. Huhu
Melalui secarik lembaran digital ini, saya mencoba merekam dan merayakan persilangan waktu di rumah kami. Saya ingin melihat bagaimana persilangan keabadian dan kesementaraan, tumpang tindih antarmasa, membelah dan menyatukan tubuh kami sebagai keluarga. Sebelum genap kelak berpindah Kartu Keluarga. (Eaaaaaaaakkk) 😂
Love and prayers,
Sena.
Tasikmalaya, 16 Maret 2022
0 Comments: