Hallo readers! Apa kabar? Semoga kalian dan keluarga sehat-sehat dimanapun berada yak. Ku awali pengungkapanku dengan sebuah ayat dalam Kitab suci Al-Quran,
Ujian - cobaan - godaan adalah jelas bagian dari bagaimana manusia beriman kepada yang Kuasa, Allah Ta'ala. Yang Maha Memberi juga Yang Maha Mengambil. Agustus kuhabiskan hanya dengan berbaring sakit - September Appa yang sakit - lalu dipukul habis mental dan batinku di Oktober ini, Mamah sekarat dan aku tabrakan! 😭 Hectic banget hidupku!
Yang paling berat, Mamah sekarat!
(Sebuah utas)
Sabtu 18 Oktober jam 11.42 WIB, dalam keadaan sehat walafiat Mamah antusias banget ngajakin Ana untuk melakukan vaksinasi yang kedua. Tanpa lama, berangkatlah kami ke tempat yang telah disediakan. Selesai lalu pulang. Ana ndak jadi divaksin sebab belum genap 28 hari dari vaksin yang pertama. Setelah Ashar, Mamah mulai mengeluh badannya sakit semua, kami tahu itu pasti efek vaksin (yang biasa aja gitu - nanti juga sembuh). Menuju malam ada mual. Selang tiga hari, makin parah. Manggil lah Dokter dikasi obat dan lihat perkembangannya, makin parah sakitnya (nyeri sendi dan otot) sampai ndak bisa jalan dan bergerak sebab sakit sekujur tubuh. Jugak sakit kepala hebat. Datangkan Dokter ke rumah, dipanggil lagi.
Ini yang paling mendebarkan - membuat waktu ku pikir berhenti kemarin. Ba'da Maghrib, Mamah manggil Appa dari kamar, datanglah Ana "Kenapa Mah? Mamah butuh sesuatu? Ana lagi bikin nasi goreng". Mamah gak jawab cuma natap lalu kejang, kepalanya menengadah keatas, tangannya mengepal, lidahnya nyaris putus digigitnya, sampai kaki mengeras lalu tak sadarkan diri. Ku teriak manggil Appa, "Pa!! Lihat Mamah! Kenapa?" Sambil histeris. Appa ana ke kamar, merangkul dan memeluk mamah Ana dalam pangkuannya sambil menangis tak karuan. -Epilepsi.
Ana berusaha bertindak cepat dan rasional, ku panggil tetangga minta bantuan - lari ke rumah nenek manggil Bibi ndak kerasa - ku pikir kemarin terbang (melayang). Tiba di rumah Mamah sudah sekarat 😭😭😭 (setiap orang yang tiba di rumah menangis sambil ngaji Yasin dan berdo'a kesembuhan Mamah. Mamah sampai sudah di titik dibacain syahadat 😭😭 di Allah Allah. 😭 Singkat cerita dibawalah ke Dr. Tian saat itu juga. Dr. Tian angkat tangan, dibawalah ke RS di Cipatujah lalu ke RS Kota. Sampai pelabuhan RS terakhir yang bersedia menangani (dirujuk) dengan segala fasilitas dan alat yang dibutuhkan di Singaparna Medical Center (SMC).
FYI, Mamah Ana koma (tak sadarkan diri itu selama 3 hari 3 malam).
Diagnosisnya apa? Kompleks ternyata. Meningitis, Infeksi paru, Hiponatremia, Aki, Dyspepsia, BP, OBS, TB.
Dalam perjalanan perjuangan Mamah dirujuk, kesana kemari - urus ini itu dalam seminggu sebagai anak pertama keluarga ini, Ana ndak punya waktu untuk bersedih dan ndak ada kesempatan buat menangis! Sampai tiba di suatu pagi, Ana ambil berkas dari rumah menuju RS dan jebred! Tabrakan hebat motor dan motor. Motornya hancur, Ana terpental jauh berguling beberapa kali sampai kehalang kursi pinggir jalan. Masih terekam dengan jelas diingatan suara dan saat motor yang kupakai ditabrak. Merangkak dari tengah jalan, yang ada di kepala cuma satu gimana caranya Ana bisa sampai ke RS Kota tepat waktu untuk urus administrasi biar Mamah pindah dari IGD ke kamar rawat inap. (Takut gak kebagian kamar - banyak sekali pasien di RS sana).
Semua orang berkerumun, saudara yang lain datang dengan cepat (Ana juga bingung cepat banget kabar beredar), orang-orang yang justru malah menangis karena Ana keukeuh tetep mau melanjutkan perjalanan. Bukan gak sakit tapi gak dirasa, kekhawatiran ku terhadap ibu ku yang takut terlalu lama di IGD membuat nyeri di tubuhku tak terasa. Ya Allah.... adaaaa sajaaaa ujian. Sampai RS langsung urus ini itu dengan kaki yang pincang dan tangan yang bengkok 😂 lalu begadang semalaman jaga Mamah, gantian bersama Appa dan Bibi (gak habis pikir kenapa waktu itu Ana masih kuat sampai begadang wkwk) besoknya pas bangun baru kerasa tu ndak bisa bangun lalu di rawatlah. Jadi yang sakit jaga yang sakit. Maha Besar Allah dengan segala kekuatan dan kesembuhan!
Rutinitas ku sekarang!
Alhamdulillah Mamah telah pulang dari RS. Kami sudah berkumpul di rumah, bukan di tempat yang penuh kepedihan - kegamangan - bau darah - dan bau obat! Jangankan untuk tidur lelap - sibuk mengganti pampers, bersihkan pupup, buang pipis dari pispot, nyuapin, bersihin badan Mamah (di lap), nyisirin, ngelaundry, ke lab, ke poli, begadang takut antibiotic habis di infusan, begadang takut Mamah gerakin tangan saat tidur dan membuat dua mesin elektrolit yang terhubung ke badannya mati, dll.
Pun saat pulang ke rumah, Mamah betul-betul istirahat total. Ana sekarang berperan ganda. Sebagai anak dengan segala kesibukan pekerjaan pribadi dan meniti mimpi-mimpi juga sebagai sebenar-benarnya Ibu Rumah Tangga yang mengambil alih pekerjaan domestik dan publik seorang ibu. Mengurus 5 orang di rumah, ngebackup financial membantu Appa (meski Appa melarang), menata mental keluarga, adik-adik, dan semua kegiatan domestik lainnya yang tak pernah usai. Coba katakan, nikmat mana lagi yang kau dustakan? 😂 Sudah kubilang tidak ada waktu untuk menye-menye - manja - dan buang waktu.
Setiap pagi bangun jam 4 am lalu subuhan dan kegiatan spiritual lainnya, masak nasi, nyapu, ngepel, pergi ke pasar, masak buat bekal appa, sarapan adik-adik ke sekolah, setrika, siapin dan suapin makan Mamah dan obatnya, nyuci baju dan nyuci piring, dll. Ana upayakan selesai sebelum jam 9 am. Mengingat jam 9 am sudah saatnya bekerja (ngajar di campus, ngerjain tugas dari Komisi Yudisial, submit paper, dll). Betul-betul stand by 24+7 untuk Mamah dan keluarga. 💕 Subhanallah! Ah mantap pokoknya 😆 Alhamdulillah punya adik-adik yang kooperatif, nyaah (sayang), ngerti dan ngebantu banget Tetehnya. Terlebih si Andra (16th) lumayan bisa diandalkan as a brother, kalau si dd Rizmi (8th) mah masih kecil tahunya kalau laper ya makan, ngaji, jajan dan sekolah. Plus kadang bantuin Mamah bangun 😁 (karena Mamah ana ndak bisa jalan gaezz)
Dah terdidik sebelum berkeluarga, kalau kata Bibi "Enyi nanti dah gak mungkin kaget dengan tek-tek bengek isi pernikahan."
Kasus viral: nitipin ortu ke panti jompo!
Belakangan media sosial Twitter sampai stasiun televisi ramai dengan perbincangan soal keluarga. Hal ini bermula dari sebuah unggahan yang memperlihatkan seorang ibu yang dirawat di panti jompo padahal anak-anaknya masih hidup dan mampu merawatnya. Unggahan tersebut tentu menuai beragam komentar warganet sampai-sampai unggahan tersebut viral dan menjadi bahan diskusi banyak orang. Terlepas dari pro dan kontra, kita sebagai netizen harus belajar dan paham bahwa tidak semua keluarga itu lengkap dan harmonis. Banyak sekali hubungan domestik, halnya keluarga yang rusak sebab berbagai faktor. Masalah utama kasus viral tersebut ya stigma masyarakat terhadap 'panti jompo' yang acap kali dipandang sebagai "pembuangan" padahal barangkali ada sisi-sisi sosial yang justru tak dapat kita lihat karena kedengkian kita sedari awal.
Namun bagi saya (semoga Allah memberikan kekuatan lahir batin), jangankan menitipkan orangtua ke panti jompo, jika saya dihadapkan dalam sebuah pilihan yang berat: Saya InsyaAllah ikhlas dan Ridho tak menikah sekalipun dan hidup merawat orangtua selamanya dari pada bersedia menitipkan ortu ke panti jompo. Dengan tetap menyaksikan kedua adik laki-laki saya berkeluarga dan bahagia. Mungkin diantara pembaca tulisan ini menganggap bahwa ujaran saya tersebut terlalu heroik, sok-sok an, menyedihkan dan lainnya. Tapi coba buka lebar-lebar pikiranmu - otakmu - hingga cara pandang mu lebih luas dan bisa menjangkau fakta bahwa kebahagian itu tidak terletak dalam luaran; pernikahan, kekayaan, jabatan, pasangan, dll kebahagian tu ketenangan jiwa.
Pun bagiku, dengan hidup dan menghidupi orangtua ku itu jalan kebahagian yang mampu kutempuh. Jadi sekarang atau kelak, pernikahan tak jadi soal bagaimana saya membangun hubungan bersama keluarga terutama orangtua. Bahkan dengan adanya pernikahan, kita semakin menciptakan banyak kebahagian dan mempererat serta memperluas ikatan keluarga tersebut. Keluarga suami mu ya keluarga mu. Apalagi orangtua suami ku ya sebagaimana orangtua (kandung) ku juga.
Barangkali itu pengandaian saya jika berhadapan dengan situasi yang sulit, tapi tentu saya akan selalu berdo'a agar orangtua saya dan kalian sehat walafiat lahir batin, berkah usianya, serta kelak dapat menyaksikan anak-anaknya membangun keluarga yang menyenangkan dan menenangkan mereka. Saya juga tentu ndak mau sendirian heyyy 😂
Rumah dan Mamah adalah labirin ingatan.
Penyakit, seperti juga bandit yang cerdik, kerap datang dengan tiba-tiba. Ia menyergapmu di saat kamu oleng dan tidak siaga. Tapi bukankah hidup memang seperti itu? Kamu dibuat belajar, entah dengan kesalahan atau dengan penderitaan. Nasib seringkali berulah seperti garong, diam-diam merampok hal yang berharga untuk kita, lantas setelah habis dijarah, kita dibiarkan sendiri tanpa apapun.
Kita tak pernah tahu apa yang ada di depan. Kita menjalani hari demi hari dengan siap siaga, tapi kadang... kita akan jatuh dan terjerembab dalam kegetiran yang teramat sangat. Beberapa dari kita mempersiapkan tabungan untuk menghadapi pernikahan, pensiun dini, sementara yang lain berpesta seperti tak ada hari tua. - adalah pilihan.
Menjadi tua adalah usaha percaya diri bahwa kita akan hidup cukup lama untuk jadi pikun dan renta. Tapi kadang beberapa dari kita tak berjumpa hari tua dan berujung jadi mayat sebelum sempat menyapa uban. Itu mengapa Ana berharap kita akan menciptakan kenangan baru, ingatan baru, daripada mengutuk yang telah lewat.
Mengutuk, murka, geram, dan sejenisnya hanya mengafirmasi amarah. Tak ada hal yang baik lahir darinya atau kukira demikian. Belakangan Ana sadar, kemarahan juga bentuk emosi yang wajar dimiliki. Tidak ada yang salah dari marah, yang salah adalah agresi, kemarahan menggebu yang menginginkan kehancuran.
Kukira tak ada yang lebih gembira daripada seorang ibu yang melihat anaknya bahagia. Atau ayah, jika kamu tak punya ibu. Masing-masing orang tua sedikit banyak punya naluri untuk melindungi apa yang menurut mereka penting. Pertama keturunan, kedua kebahagiaan darah dagingnya, dan yang terakhir jika dirasa perlu, adalah kehormatan dirinya sendiri. Meski demikian, tidak semua manusia yang punya anak layak disebut orang tua. Sebaliknya, tidak setiap anak sudi merawat dan mencintai mereka sebagaimana mereka mencintai anak-anaknya. Kebanyakan, lepas bebas setelah memiliki jalan hidup keluarga masing-masing. - dan kita tidak boleh begitu. Tentu dengan kesadaran bahwa mencintai dan merawat mereka bukan hutang yang harus dibayar anak kepada orangtua.
Apapun yang terjadi maka terjadilah - dengan guncangan hidup berkali-kali saya pikir jalan apapun yang kelak akan saya tempuh dengan Ridho Allah saya siap menjalaninya. Mohon doa-doa baiknya yak readers untuk Mamah, menuju kesembuhan. Tak lupa Ana haturkan juga banyak terima kasih untuk support, doa, bantuan, pendampingan, yang kami dapat semoga Allah membalas berlipat. Aamiin.
And you, Sen.. keep arguing for your limitations!
You know... I’m proud of you.
You are here, right now. Still alive and fighting. You are a complex product of everything life has thrown your way and you still managed to keep going and trying your hardest to be the best person you could be. You’re a soon to be dreamer, an aspiring writer, a beautiful girl, and the best of all of your generation.
You deserve love. Despite what you feel or think when you rise each day. You deserve forgiveness. You deserve chance to prove yourself. You deserve adventure and laughter. You deserve a never ending love and also good food.
Hei, you have been through this before, you have had bad days before and you survived all of them, I can certainly believe that you will survive this one too, it’s just one nightmare, it’ll pass, you won’t always feel like this, you got better, you’ll get better again.
0 Comments: