Berbagi Mimpi Dengan Kekasih
Sebenarnya... saya bukan orang yang pandai mengekspresikan rasa kepada orang lain! Cinta, marah, tersipu, kesal, benci, sayang, rindu, jengkel semua terformulasikan dalam kata "sebal!" 😂 (Terdeteksi baru-baru ini saja selepas tumbuh jadi manusia)
Nah! Pula dengan mimpi. Tidak mudah bagi saya untuk berbagi mimpi dengan orang lain. Paling-paling ya orangtua. Kenapa demikian? Mengingat lima puluh satu persen orangtua turut andil dalam agenda yang menyusun hidup dan kehidupan saya. Tidak ada cara dan niatan untuk menegasikan mereka.
Soal mimpi rupanya saya agak melankolis. Saya mengimani bahwa apapun interpretasi mimpi setiap orang itu harus dihormati. Meskipun bagi saya mimpi ya soal kemampuan-kesempatan-kemauan. Tak usah jauh, misal selain mimpi akademik dan karier, memiliki NailArt pribadi masuk dalam list mimpi anak gadis ini. Saya bisa katakan itu mimpi karena saya mampu dan mau. Hanya soal waktu untuk mendapat kesempatan mewujudkanya.
Berbeda dengan orang lain, misal seseorang bermimpi "menjadi dan atau mempunyai bla bla bla" lantas ndak ada kemauan dan kemampuan didalamnya definitely itu angan bung! Bukan mimpi. Angan tu terlampau jauh disana, sedang mimpi ialah yang kita rawat, kita ikhtiar kan setiap hari. Dekat disini.
Membagi mimpi dengan orang lain bagi saya melelahkan. Karena tak bisa dihindari, dalam obrolan-obrolan prihal "mimpi" (pernikahan, karier, pendidikan, etc) kerap melibatkan dialektika perasaan. Berdialektika tentang perasaan bagi saya itu cukup membuat letih. Sebab saya menganggap mimpi itu sakral. Tercapai atau tidak ia akan tetap (pernah) ada. Disitulah masalah muncul saat membicarakan mimpi dengan orang yang tidak mengerti bahasa (mimpi) kita.
That's why jangan sembarangan membicarakan mimpi mu ke sembarang orang, bukan sebab takut diremehkan, diabaikan, dicemooh, ditertawai bukan! Tapi kadang kita ndak bisa berbahasa kupu-kupu di lingkungan yang berbahasa kodok. 🙂 Paham?
Ttttaaapiiii, mungkin karena referensi literatur serta lingkungan (mayoritas pengalaman senior dan dosen), saya jadi berfikir "sepertinya menyenangkan berbagi mimpi dengan kekasih!"
"Kekasih" dalam arti, pasangan pasca perikatan lahir batin secara sah menurut agama dan negara (Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Sedang, "Menyenangkan" dalam frame: mengindahkan perjuangan, dibarengi kawan berfikir dan lawan bicara kompatibel yang sudi ada dalam susah senang, bertukar metode dan strategi cara meraih disela pemenuhan kewajiban domestik sebagai seorang pasutri (suami-istri). Merasakan saling menguatkan bahkan hanya saat berdua (jauh dari masing-masing keluarga). Membantu apa saja agar pasangan tumbuh dan terus berkembang. Atau yang paling sulit adalah berpisah jarak sementara sebab kewajiban atau tuntutan.
Ini harus benar-benar dibicarakan dengan lapang lagi terang, antara mendapat pekerjaan mapan atau berjarak ribuan mill jatuhnya dari keluarga. Sendirian.
Jadi, bukankah menyenangkan berbagi mimpi dengan kekasih? Mungkin akan tetap melelahkan tapi bukan karena berdialektika dengan perasaan melainkan lebih kepada kompromi dengan kebutuhan dan keinginan dalam mewujudkan rumah tangga yang SAMAWA (eaaaaaakkkkkk)
Tembok dan bahu pasangan untuk merebah saat lelah tentu beda kualitasnya. (Absolutely yash!) 🤣
Sebagaimana perempuan yang tumbuh dan mendewasa tak heran jika banyak pria datang dan mendekat. Menawarkan diri sebagai sebuah 'kesanggupan' bahwa dirinya bisa dijadikan tempat untuk berbagi segala lini kehidupan (termasuk mimpi-mimpimu). Lantas bagaimana kiranya perempuan ini menanggapi?
Kelak jika Tuhan beri saya kesempatan miliki anak perempuan, salah satu dari notice lainnya adalah:
"Nak... Jangan sepenuhnya percaya kepada makhluk bernama pria. Yang kita miliki tak lain hanya diri sendiri dan Allah Ta'ala. Saat kelak kamu dewasa mamah yakin pasti datang beberapa lelaki menyatakan kesiapan membersamai mu meraih bintang. Tapi kebanyakan dari mereka akan hilang bahkan saat perjuangan baru dimulai. Bisa juga setengah perjalanan. Apalagi menunggu mu kembali dan membagi hasil untuk bersama :') Mungkin ada mungkin juga kau mendaki sendirian. Berbahagialah!
Apapun alasannya pria muda sukar menetap dalam kesetiaan. Terhadap Tuhan terhadap visi misi hidupnya. Tidak salah memang, itulah kenapa mamah bilang jangan percaya sepenuhnya. Mereka hanya butuh warna baru. Segimanapun mamah kelak membekalimu dengan pengetahuan dan pengalaman, Appa mendidikmu dengan cinta dan kasih sayang. Mamah takut hatimu mudah patah. Mamah takut misal hatimu mudah goyah.
Kamu harus bisa bahagia saat melajang, sehingga menjadi episentrum bagi kebahagiaan lainnya. Membahagiakan orang lain dimulai dari tercapainya diri sendiri. Semoga doa orangtua menjagamu dunia akhirat seperti orangtua kami menjaga kami sampai bisa mendoakan mu jua." (Simulasi doang mah sekarang juga bisa) wkwk
Kemungkinan besar, memang menyenangkan berbagi mimpi dengan kekasih.
Kepada Allah, saya bersyukur atas apa yang sudah saya miliki dan yang belum saya punyai.
Mempertahankan tidak semudah meraih.
Dalam setiap fase saya harus mendapat keduanya. Effort untuk mempertahankan. Ghiroh untuk meraih.
Menyenangkan berbagi mimpi dengan kekasih.
Tasikmalaya, 1 Maret 2021
0 Comments: