Language Is Luxury And Loaded

12/23/2020 09:57:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


Tsm, 23 December 2020

Someday, silence was something I was considering a lot, in terms of how we value and think about different types of communication and how being articulate or loud can glean its own rewards. You know... ‘language is luxury, loaded and sometimes it’s nice'. Thinking about it now, I’m in a place where I’ve also been thinking about how loaded and luxurious silence can be, how (as you said) I don’t want to romanticise silence, but still have this appreciation of silence and what it can hold and how it can create space?

I liked that we focused on how we wanted to feel/ offer others to feel, let ourselves be really simple and playful about it rather than conceptualising too hard. I think it helped that there was already an emphasis on silence and space with the brief we were given, that it’s not boring but also, it’s fine to be a bit boring...

I think similar about language and being articulate...  of course there’s value there.. At the same time I feel it’s way more socially impressive and attached to smartness than I wish it was maybe. It might be a bit of a tangent to go into this! LOL... I’ll just leave it at that thought for now.

I’m not sure how to directly relate this back to the piece but I guess it comes back to bigger ways of being with each other that are less pressured and transactional... Where you’re not being immediately held to whatever energy you bring and how you articulate yourself within a small window of interaction or whatever... and value not being contingent on what you give/unconditional posi vibes... that kind of thing. Thinking  where there’s room for silence and thought processing but also the less clear-cut wavy emotional and sensory processing... not sure I have the specific words for this... but it’s huge when there’s space for it.

It’s nice feeling reminded of these things through making this with you, not necessarily just for the piece but also personally.

Also yeah :) I think appreciating silence isn’t necessarily romanticising, and being calmly romantic about things can be okay and fun too... Was more thinking about the popular thing of glorifying ~the unsaid~ as if it represents some god-tier level of intimacy above communicating needs and feelings...

Lots of love and hope your feeling better.


Sena.

0 Comments:

You’ve Made It This Far!

12/23/2020 12:08:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


Enggak kerasa waktu bergulir kian cepat. Dahulu, atau sekarang setiap menuju malam kami selalu berebut peluk mamah sebelum terlelap. Di ruang tengah, mamah, appa, dan kedua adik laki-laki yang menggagalkan saya menjadi anak sematawayang tentunya, selalu menikmati waktu dengan santai kadang juga serius tergantung kebutuhan. 😂

Bahaya! Lama tinggal di rumah, ternyata menalikan keterikatan cinta lebih kuat dari biasanya. Cinta, sebagaimana pun membahagiakannya jangan lupa dengan satu celah pahit bernamakan perpisahan. Menjadi bara dalam sekam. Atau sesederhana menjadi aduh yang mengusik tenang kita. Begitupun cinta saya terhadap keluarga, saya sadar cepat atau lambat ini akan segera selesai, pergi dan membangun keluarga sendiri. Tanpa Mamah yang lebih besar dari sabar. Lebih lama dari selamanya.

I'm learning what I'm doing.
Lintang usia benar-benar menuntunku pada jauhnya perbedaan. Saat periode umur belasan, hidup penuh dengan ambisi-membabi-buta, dan bukan berarti sekarang enggak, tapi ya mungkin harus dikendalikan jadi lebih buta! Wahahahaha… (enggak lucu, Sen. Stop.) Jadi keinget ucapan teman "I think it’s clear why men are intimidated by us" wkwk
Yang pasti berhenti bertingkah kurang pertimbangan.

What do you expect?
Masa paling gamang... Menghirup kebebasan diam-diam, menghela nafas dalam-dalam. Orang-orang berubah, pun nilai-nilai. Buktinya, kita lebih banyak memahami pelajaran dari buku catatan kehidupan masing-masing, dari segala yang datang lalu hilang. Diri sendiri adalah satu-satunya kawan yang paling menyenangkan, heran kan! Bekawan kok sama diri sendiri, apa gak bosan? 🤣

Hanya, pada suatu hari—semoga kamu mengampuni pengungkapan perasaan yang berlebihan ini—Saya malu pada orang-orang yang telah berharap banyak pada saya, pada orang-orang yang pernah kagum pada sedikit pencapaian saya.

Pada titik tersebut, saya mulai memikirkan ulang motif-motif yang melatari ambisi dan pencapaian-pencapaian tersebut. Sebenarnya apa yang tengah saya cari? Dalam satu bagian di film dokumenter, sastrawan Seno Gumira Ajidarma dengan sinis nyeletuk:

“Kalau orang sekarang itu kan kalau ngomong, ‘kita harus bermimpi!’, ‘Bawalah mimpimu!’ Tapi impiannya apa sih? Paling-paling sukses, kan? Dan sukses itu, selalu harus ada kaya-nya, atau ada terkenalnya.” (Anak Sabiran: Di Balik Cahaya Gemerlapan)

Agak tertawa miris mendengarnya, sebab ada hari-hari dimana segala sesuatu berjalan dengan ringan dan begitu menyenangkan. Apapun terasa mungkin tak ada batas. Tapi tak sedikit juga hari-hari yang menyebalkan hidup terasa berkurang dengan urusan domestik yang tak ada habisnya, mimpi-mimpi terasa semakin jauh, juga omong kosong prihal cinta dari seorang lelaki!.

Kalau saja kesedihan itu seperti lelucon, mestinya kita hanya menangisinya sekali saja. Bukannya manusia tidak akan tertawa berkali-kali untuk lelucon yang sama?

Bila-bila masa tiba, kau temuiku di sudut itu lagi. Ah! Percayalah bahwa aku tak pernah beranjak pergi semenjak kesetiaan kujaga rapi.

Tasikmalaya, 23 December 2020

0 Comments:

Memecah Kebisuan

12/22/2020 10:57:00 AM Sena Putri Safitri 0 Comments


Mau kah kamu mendengarkan?

Aku tidak tahu mana yang paling menyakitkan; antara sekuat mungkin bertahan atau seikhlas mungkin melepaskan.

Kita telah menyelami kedalaman lalu terombang-ambing di permukaan. Kita telah terbang membelah awan lalu terhempas jauh dari ketinggian. Namun hal-hal yang kita pikir jawaban justru selalu menghasilkan lain pertanyaan. Bahkan, kita diam tanpa jawaban. Saat hati bertanya apakah mati rasa adalah sebuah perasaan atau akhir segala pengharapan?

Akhirnya kau duduk berduka dan membiarkan dirimu sebatang kara (lagi). Menutup mulut dengan linangan air mata karena merasa sudah terlalu banyak berbicara hingga percuma bersuara.

Tak ada kalah atau menang. Kau tidak lemah ataupun terbuang. Merelakan sungguh tidak semudah lisan.

Kejujuran menyelamatkan - Kau bilang "Ada atau tidak adanya kau itu tak berarti apa-apa". Menoreh luka, bahwa ternyata kehadiran ku tidak membantu mu apa-apa. Sekalimat menyakitkan.

Kejujuran menyelamatkan - menyelamatkan waktu kita. Kau bilang "Aku adalah tempat mu pulang" padahal kau tau aku benci tempat yang ramai. Sudah tak cukup tempat untuk ku disana. Kesendirian ku adalah untuk keselamatanmu.

Kau kembali bertanya dan terus bertanya berharap jatuh untuk kemudian menangis bersama-sama. Menerus mencari jawaban kesana kemari tapi tetap bungkam dan tentu tidak mengerti.
Larutlah!... dalam kerinduan tak bertuan.
Leburlah!... dalam kesedihan yang tidak beralasan.

Terakhir...

Silahkan abaikan ku lagi.
Sampai kau akan benar-benar mengerti,
bahwa pintu bisa terkunci dari dua sisi.

Tasikmalaya, 22 December 2020


0 Comments:

Hari Ibu... Kemanusiaan Perempuan

12/22/2020 07:50:00 AM Sena Putri Safitri 0 Comments

Ditetapkannya hari ibu pada tanggal 22 Desember yang tanggalnya diambil dari hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia pertama, 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta pertama kali diusulkan adalah Hari Perempuan. Sebab tidak semua perempuan menjadi ibu, walaupun semua ibu adalah perempuan. Tapi pemerintah menetapkannya sebagai Hari Ibu, domestifikasi terhadap perempuan yang kadang bikin deg-deg an~

Kongres tersebut menekankan pentingnya perempuan menjadi subjek penuh sistem kehidupan agar tidak mengalami aneka bentuk ketidakadilan gender, seperti perkawinan anak, rendahnya pendidikan, poligami, dll.

Perempuan sebagai subjek penuh sistem kehidupan ini sejalan dengan ajaran Islam. Inilah konsekuensi dari Tauhid dan Amanah Kekhalifahan manusia di muka bumi sebagai ajaran terinti dari Islam. Dalam masyarakat al-abawi (patriarkhi), Tauhid dan amanah kekhalifahan manusia berarti perintah untuk memanusiakan perempuan, memuliakan ibu adalah salah satunya.

Rasulullah SAW mengingatkan, "Laa thaa'ata limakhluqin fi ma'shiatil Khaliq, innamath thaa'atu fil ma'rufi."

Bahwa ketaatan pada makhluk itu bukan taat pada figur, melainkan pada nilai, yaitu kebaikan. Pagar pembatas ketaatan pada sesama makhluk adalah kebaikan, tidak menerjang maksiat atau hal yang dilarang Allah.

Dalam kajian gender Islam, sistem sosial al-abawi (patriarkhi), tauhid memiliki kekuatan pembebas yang revolusioner bahwa perempuan tidak boleh menghamba pada laki-laki. Sebaliknya, laki-laki dilarang keras memperlakukan perempuan sebagai hambanya. Keduanya, dilarang keras membangun relasi penghambaan. Kita (perempuan-laki2) hanya menghamba pada Allah! Begitulah cara kita saling menolong dalam kebaikan dengan menolak menghamba pada Dzat selain Tuhan.

Manusia sebagai Khalifah

Sebagai manusia, laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah sebagai khalifah fil ardl. Misinya adalah mewujudkan kemaslahatan seluasnya di muka bumi. Ajaran ini juga mengandung konsekuensi revolusioner pada sistem al-abawi (patriarkhi). Jadi ingat bahwa perempuan juga khalifah bukan sumber fitnah!

Amanah kekhalifahan menghendaki laki-laki dan perempuan sama-sama aktif bekerjasama wujudkan kemaslahatan mencegah mafsadat dalam sistem kehidupan. Keduanya wajib ikhtiar wujudkan kemaslahatan sekaligus sama-sama berhak menikmatinya, baik dalam perkawinan, keluarga, masyarakat, negara, dunia bahkan surga.

Perempuan; ibu bumi ibu kehidupan

Perempuan adalah ibu kehidupan. Perintah berbakti pada kedua orangtua pada surat Luqman ayat 14, menerangkan:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ“

"Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kalian kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah kalian kembali”

Jangan menyempitkan Hari Ibu hanya dengan menghormati ibu mu. Hormati setiap perempuan sebagai ibu kehidupan, pengasuh peradaban tanpa pengecualian. Kakak mu, Bibi mu, adik mu, nenek mu, sepupu mu, juga kawan perempuan mu. Sama halnya dengan laki-laki adalah bapak kehidupan.

Khusus untuk Mamah di rumah, sejeli apapun saya mencari tak pernah ada patah hati yang kau beri untuk kami. ❤️

Selamat Hari Perempuan, kemanusiaan bagi perempuan! Perempuan ditekan, perempuan Melawan!

Tasikmalaya, 22 December 2020

0 Comments:

Another Day of Pain

12/19/2020 08:05:00 AM Sena Putri Safitri 0 Comments


Berulang kali aku menghindar. Atmosfir ini berasa kompetisi debat yang apa saja bisa jadi bahan persoalan. Berebut menang dalam setiap pembahasan. Membekukan segala apa yang pernah membara. Tanpa pendakian, tanpa jalan-jalan liar yang justru paling aku butuhkan.

Saat waktu menjatuhkanku pada cinta, waktu juga menarik paksa diriku pada pisah yang tak pernah kuminta. Ratusan malam kuhabiskan hanya untuk bersiap menghadapi perpisahan, dan kesiapan pun tak pernah tampak.

Kita berdua tahu, terus bersama tak akan membawa langkah kita kemana-mana.

Disinilah kita. Menunggu selesai sebelum sampai.

Sebelum mimpi mengambil alih dan bulan termakan pagi, harus kuucapkan satu kalimat yang begitu membebani lidah.

"Pergilah. Bekal semua yang pernah menjadi bahagia."

Barangkali itu yang kau butuhkan, legalitas untuk segera lepas bebas.
Sayang... berbahagia lah kau tak lagi punya 'batas'.

Tasikmalaya, 19 December 2020

Selamat bertambah usia juga, tumbuh mendewasa.

0 Comments:

Filosofi Perempuan (10)

12/16/2020 09:57:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


Perempuan itu jatuh cinta dengan pelan tapi dalam. Semoga manisnya pria tidak cepat hilang.
Bagi perempuan, pelukan itu prosesi. Jangan cuma peluk lalu lepas tanpa meninggalkan arti.
Tapi sebab budaya patriarki, banyak perempuan yang merasa kalo bersuara itu sangsi.

Tasikmalaya, 16 Desember 2020

0 Comments:

Why Compatibility is More Important Than Chemistry

12/13/2020 08:34:00 AM Sena Putri Safitri 0 Comments

One of the biggest mistakes we have is that we completely confuse compatibility and chemistry. See we struggle to find out whether we have compatibility, connection, chemistry, or a spark with someone because most of our visions of those things are brought by media; book, music, movies, etc we consume.

One of the biggest pressures we make in our relationships is that we expect the one to be only one.
We want our partner to be the most philosophical discussion we have.
We want them to be the most fun person in the world.
We want them to be the most active, energetic and caring person in the world.
We want them to be everything.

BUT GUESS WHAT?

They can't be everything and neither can you.

The first, principle of compatibility is communication style and approach figure out early, even if you have a different communication style, how you want to communicate about your problems. How you want to communicate about your challenges. And how you want to communicate about the good things.

The second, principle of compatibility is personal goals.

Having similar personal interests is important, but it's not just about liking the same things. It's about being in a similar place in life. Meaning that you're looking forward and if you've chosen to be with someone who isn't at the same stage in life, whether they're ahead and behind you have to recognize what that takes.

The third, the principle of compatibility is honest and comfort in expressing one self.

If you're with someone where you can't be honest or expressing yourself, you've packing that all in you're congesting it and suppressing it, internally.
That's going to explode one day, at the point. And sometimes we made it seems like our partner can't deal with it, when actually when we take that step and do it in the right way, things change.

Sometimes it's just in our heads that we can't share it with them. When we actually do it makes a big difference. So, don't get caught up in just wanting chemistry. Don't just get caught up in wanting the spark and the joy.

Listen! I'm not saying it shouldn't be there, I'm not saying it doesn't exist. I'm saying that there is more to it. Chemistry is such powerful force that many us confuse it with compatibility and we think that if doesn't have chemistry it's not going to work.

Tasikmalaya, 13 December 2020

0 Comments:

Menjadi Tempat Pengungsian Dari Setiap Kesepian

12/11/2020 04:37:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments

 
Hidup antara memiliki dan menjadi. Kadang kita bisa menjadi tempat pengungsian bagi kesepian orang lain namun lebih sering juga kita mencari tempat pengungsian kepada orang lain. Lari daripada kesepian masing-masing.

Setiap dari yang bernyawa pasti pernah memiliki pengalaman keterasingan diri (merasa asing terhadap diri sendiri). Anehnya, tak sedikit orang yang lebih (seolah) mengenal orang lain ketimbang dirinya sendiri. Itu lebih bahaya, karena orang demikian bisa menjadi pemicu hingga menjadi Hakim untuk manusia lain~ Hey! siapa kita?

Sebenarnya apa yang menjadi kebutuhan paling mendasar dari umat manusia? Sudah banyak pemikir-pemikir besar sebelumnya yang mencoba merefleksikan jawaban yang beragam sesuai perubahan zaman masing-masing. Marx mengistilahkan sepi dengan "alienasi", Fromm menyebutnya dengan istilah "dilema eksistensial" pula Rumi memaknai kesepian dengan "pelenyapan diri" dan masih banyak lagi istilahnya dari Al-Ghazali, Ali Syariati, Nietzsche juga om-om filsuf yang lain.

Betul, kita memang lahir dan mati sendiri tapi ndak bisa manusia hidup seorang diri. Misalnya saya juga, tidak mau mati dalam kesepian.~ Tapi, sama seperti cinta yang tak bisa kita pilih: apakah kita yang akan jatuh cinta? Atau justru membiarkan cinta memilih kita?. Kesepian pun begitu, orang tak bisa memilih kapan ia akan sepi, pada waktu keberapa ia akan terasa asing. Beda sama pergantian siang dan malam yang kita ketahui persis catatan jamnya. Selain di keramaian, sepi juga bisa selamanya.

Kesepian berbeda dengan kesendirian, jadi dari keduanya sebenarnya apa yang menjadi kebutuhan dasar kita sebagai manusia?

Bagi saya, kebutuhan yang paling mendasar dari umat manusia adalah penyatuan agar kita terbebas dari penjara kesunyian. Penyatuan secara relasi vertikal (habluminallah) dan horizontal (habluminannas). Pengalaman keterasingan diri, bisa menjadi penyebab utama kecemasan dan keputus-asaan serta hilangnya suatu harapan. Selain sandang-pangan sebagai kebutuhan materiil dan kebutuhan spiritual (imateriil)

Pula dalam konteks ke-indonesiaan, negeri ini masih sangat membutuhkan effort yang keras untuk mewujudkan sila ke-3 (Persatuan). Saya ucapkan juga selamat Hari Peringatan HAM Internasional 10 Desember kemarin. Pesan saya satu, jangan merenggut, mengurangi, mencederai hak orang lain, jika kita juga tidak mau haknya dilanggar. Baik personal maupun kelompok (negara sekalipun). Udah, ini bukan catatan webinar Refleksi 72 Tahun HAM kemarin 😆

Setiap orang tentu punya cara yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan akan penyatuan ini. Akan tetapi, dari sekian banyak penelitian satu-satunya cara yang benar-benar berhasil adalah melalui tindakan mencintai. Cinta adalah hasrat yang paling hakiki. Ia merupakan kekuatan yang menjaga ras manusia tetap dalam kebersamaan…

Tanpa cinta kemanusiaan tidak akan pernah ada. Pikirkan dengan sungguh-sungguh!.

Ketika cinta adalah seni. Maka mencintai ialah keterampilan yang harus dipelajari juga dipraktekkan dalam kebiasaan sehari-hari secara aktif. Jika Indonesia, jika kita tidak bisa bersatu dalam Iman, maka tidak ada alasan untuk bercerai-runtuh dalam kemanusiaan. Keperdulian, tanggung jawab, rasa hormat, pengetahuan dan adab saya rasa adalah elemen dari cinta.

Pejabat yang korupsi, sebab ia tidak memiliki cinta yang murni untuk negaranya.
Mereka yang selingkuh (curang), sebab ia tidak mengetahui makna cinta secara utuh.
Malas beribadah, sebab kita tidak mengenal cinta yang sungguh kepada Sang Khaliq.
Suka mencela, pandai berbohong, membangkang terhadap orangtua dan guru, itu karena kita kekurangan cinta!.

Cinta itu aktif, cinta itu memberi, cinta itu membuka diri. Cinta itu melepaskan keangkuhan diri, cinta dapat memperkaya kesejatian diri, cinta tidaklah didasarkan pada kebutuhan yang mementingkan diri sendiri, melainkan pada penyatuan bersama semesta.

Ana mau berbagi magic:
"Mulai hari ini, jangan lagi takut pada rasa sendiri dan sepi. Catatlah banyak kalimat, semoga lepas rasa gundah keluar sedikit pikiran dalam bentuk paragraf."

Tasikmalaya, 11 Desember 2020

0 Comments:

Titikberat 20+

12/03/2020 07:38:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


Manusia... wajar merasa kalah selepas patah, padahal itu bukan masalah sebab semua dari kita terlanjur pernah. Begini...
Kadang sesuatu bisa tetiba pergi tanpa menyirat arti.
Merasa dikhianati padahal kita sendiri yang mengamini konsekuensi.
Yang paling buruk adalah menghitung beri, kita menganggap bahwa dengan begitu sakitmu bakal terobati.
Pula tentang hukuman (atau berniat dendam), ku kira itu bukan solusi. Bukannya bagi sesiapa saja yang hendak dewasa -kesadaran diri- adalah kunci?. Jadikan itu sebagai konsiderasi!.

Kebajikan sejati tidak memberimu kepuasan dengan membalas lawanmu secara pantas. Percayalah kau akan puas saat mampu mengatasi kewalahanmu atas kalkulasi masalah. Untuk apa menelusuri keadaan orang-orang yang pernah melemparimu dengan caci, memandangmu dengan sinis atau mencurigai setiap tindak-tundukmu di publik? Sayang... jangan terpicu benci! Aku menangis demi apapun yang bisa membuat mu sakit.

Kepada putri sulungnya, di suatu sore Bapak berpesan: "Teteh... Kapan hirup teh kudu malapah gedang" makna filosofisnya ialah hidup harus bertahap; perlahan; selesai dari satu menuju satu yang lain. (Al-Insyirah). Gedang dalam bahasa sunda berarti pepaya, secara teknis gedang yang tua lah yang jatuh masak duluan lalu pepaya muda menyusul matang. Dalam politik praksis kita mengenalnya dengan istilah 'konsolidasi'. Perlu kesabaran tapi sebagai siyasah itu ajib tenan, hingga saat  kau sudah bersiap terang kau tak perlu memadamkan sinar yang lain. Tidak menyakiti perasaan manusia lain.

Kita akan meraih, hanya dengan cara-cara yang benar. Kenakalan dan kekanakan akan berhenti hanya dalam hati.
Memilih dan menanggungnya dengan bijaksana pula pikiran-pikiran yang senantiasa terbuka. Ah! menyenangkan betul masa muda 'ada banyak hal yang kita pahami hanya saat kita sudah siap menerima dan tumbuh mendewasa.'
Misal pada suatu masa, kau jumpai ada orang yang berbohong, ikuti saja permainannya. Tak perlu mengkonfrontasinya, cukup tahu saja kadang jadi pilihan yang tepat. (Habis itu hempaskan! Wkwk) selera lha yak~

Tidakkah Tuhan begitu pemurah dengan memperpanjang jangka waktu kita di dunia? Menikmati isinya bersama orang-orang yang kita cintai pula mencintai kita apa adanya. Keberkahan tak terhingga.
Mencintai kemanusiaan di zaman yang menarifkan telinga dengan mahal hanya untuk mendengar, seakan jadi pekerjaan yang sukar dilakukan. Mulai sekarang coba biasakan diri untuk belajar memahami tidak cukup hanya mengerti.

Maukah kau bertahan? Apapun halangannya?

Welcome december; you are the last one, so be the best one.

Tasikmalaya, 3 Desember 2020

0 Comments: