Filosofi Perempuan (8)

6/11/2020 09:34:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


Banyak perempuan yang diam-diam mencintai, meski seseorang yang dicintai besar kemungkinan tidak menyadari.

Bagi kebanyakan perempuan, terkesan tabu mengungkapkan "rasa cinta", sebab itu dirinya lebih sering menyederhanakannya dengan perbuatan untuk membuat seseorang yang dicintainya merasa nyaman.

Bisa dengan senyuman, sapaan, atau bahkan mendoakan kebaikan dan keselamatan orang yang dicintainya. Begitu kiranya.

Tetapi justru keberanian untuk mencintai secara diam-diam merupakan keluhuran sebuah cinta.
Bukankah puncak dari perbuatan mencinta ialah memberi meski tanpa menerima. Pemberian rasa cinta tanpa berharap imbalan jelas tidak bisa dibandingkan dengan apapun.

Sejatinya, kebaikan seseorang yang mencinta harus bisa dirasakan dengan sendirinya oleh objek yang dicinta. Ketulusan cinta yang diwujudkan dengan perbuatan sebenarnya bisa dikenali meski tanpa mengobral jutaan kata.

Ucapan cinta itu baik, namun bila yang memulai seorang perempuan akan terkesan seolah 'gampangan'. Begitu lumrahnya pandangan umum prihal perempuan yang menyampaikan rasa di publik!. Padahal jelas itu adalah sikap yang baik, asertif! Berani menyampaikan sanggahan, kemauan, termasuk mencintai pria.

Dari itu, perempuan lebih banyak menunggu serta memberikan isyarat-isyarat kesungguhan kerja cinta lewat kesanggupan membuat lelaki yang dicintainya merasa yakin bahwa dirinya (perempuan) yang layak dipilih sebagai pilihan.

Bila memang lelaki yang dicintainya tidak bisa merasakannya, maka tetap ada kebaikan yang tercapai. Bukankah lelaki idaman perempuan itu seseorang yang mudah 'peka' terhadap sesuatu, sebab kepekaan itu menjadi dasar utama dalam berumah tangga.

Ingat bahwa dalam rumah tangga mengedepankan saling memahami satu sama lain. Meski tidak terucapkan, seharusnya seorang suami memahami apa yang diinginkan istrinya. Bukan, bukan menuntut menjadi malaikat yang tahu tanpa diucap tapi belajar how to be a good counselor bagi pasangan masing-masing.

Sebab, seorang istri juga memiliki pemahaman tak baik kalau terlalu banyak menuntut kepada suami, sehingga cenderung dimaknai pembangkang atau gemar menekan pasangannya.

Sehingga dalam proses pemilihan pasangan hidup, mencari lelaki yang mudah 'peka' juga salah satu tujuan utama perempuan biasanya.

Dengan demikian, bila lelaki yang dicintai tidak bisa merasakan ketulusan cinta yang diberikan lewat perbuatan, berarti kepekaan lelaki itu kurang. Sehingga patut dipertimbangkan ulang apakah tetap akan memperjuangkan lelaki itu kepada Tuhan untuk dimohonkan menjadi pendamping hidup atau tidak. Pilihan si resiko ditanggung masing-masing. Lol

Sebab, bisa jadi ada lelaki yang jauh lebih 'peka' namun selama ini tak dianggap hanya karena kita terlalu fokus pada satu objek cinta yang nyatanya malah menganggap apa yang kita lakukan tak bernilai apa-apa.

Jika Tuhan menakdirkan kita berbeda, mengapa harus memaksakan sama? Lalu untuk apa berkata cinta, bila sebatas tuntutan bukan keikhlasan penerimaan?

Kelebihan itu datang dari Tuhan tetapi kekurangan itu dari diri kita sendiri, salah satunya tidak siap menerima perbedaan. Padahal kebijaksanaan lahir dari kesantunan hati dalam mensyukuri ikhtiar mengasih-sayangi yang berlandaskan ketulusan.

Yogyakarta, 11 June 2020

You Might Also Like

0 Comments: