Filosofi Perempuan (7)
Perempuan yang bisa merawat pikiran akan memiliki kecantikan yang tidak lekang oleh waktu. Merawat pikiran dimulai dengan mencerdaskan diri melalui ilmu.
Maka, pendidikan bagi perempuan bukan semata persoalan mendapatkan ijazah, tetapi juga menyangkut tanggung jawab meningkatkan kecantikan yang bisa membuat bangga keluarga, suami dan anak-anaknya kelak.
Seorang istri yang pintar, akan lebih dihargai dan dicintai oleh suaminya. Karena itu, sudah jelas pengetahuan yang dimiliki perempuan adalah salah satu bentuk kesempurnaan yang dijadikan kriteria dambaan setiap pria.
Dasar thesis diatas merujuk pada sebuah falsafah, "Seorang anak berhak dilahirkan dari rahim ibu yang cerdas". Sehingga, laki-laki sadar betul perempuan dengan latar belakang pendidikan yang baik (formal-informal-non) akan membuat kelahiran keturunannya lebih dari sekadar diasuh, disusui dan dibesarkan, tetapi juga dibekali dengan pengetahuan yang berdayaguna dalam tumbuh kembang sang anak. Tangannya, kedua tangan perempuan bermula mengasuh buah hatinya adalah tabungan membesarkan peradaban.
Jika istri pintar secara pengetahuan ia juga InsyaAllah pandai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab nya, mengedepankan kompetensi daripada kemarahan, sebab anak-anak bukan pelampiasan emosi ibu bapaknya, mereka harapan bagi kehidupan untuk membangun peradaban di masa depan.
Oleh sebab itu, memarahi anak-anak dan membuat mereka takut atau trauma bukanlah pilihan. Ketakutan terhadap orang tua menyebabkan tekanan batin, padahal anak-anak butuh berani menantang dunia dengan kemampuan dan keahliannya, sehingga peran ibunya dalam menumbuhkan sikap-sikap kritis yang bertanggungjawab harus diutamakan. Sedari dalam rumah. (Karena ibu adalah Madrasah pertama bagi seorang anak)
Saat anak berani menyampaikan pendapat, sebenarnya itu hasil dari pewarisan genetika kecerdasan bapak dan ibunya. Dari itu, saat anak menggemukan pendapat jangan dianggap sebagai gerakan perlawanan, justru itu sebuah awal dari kesadarannya untuk berani tampil lebih kritis terhadap realitas masanya.
Ajaklah anak bermusyawarah dengan ilmiah, setiap anak punya potensi untuk memiliki kompetensi berbagai bidang, permulaan kompetensi tersebut berani menyuarakan pendapat untuk sebuah masalah dalam upaya penemuan jalan keluar, sehingga musyawarah yang ilmiah akan jadi bentuk kompromi yang mencerdaskan. Begitupun orangtua saya mengajarkan.
Musyawarah ilmiah akan mudah dilakukan perempuan dengan latar belakang pendidikan yang baik. Inilah gunanya perempuan sekolah dan kuliah, untuk mempersiapkan diri jadi teman diskusi yang mencerdaskan anak-anaknya kelak. Sehingga cantik pikiran seorang ibu akan membuat aura sang ibu bukan sebatas apa yang terlihat oleh mata, tetapi juga apa yang unggul dari gagasan dan pengetahuan yang dimilikinya. Dan laki-laki semoga terbantu sebagai kawan berfikir dan lawan bicaranya dalam sebuah payung rumah tangga. Bukan jadi insecure atau menjadikan perempuan sebagai saingan yang harus dilenyapkan.~
Yogyakarta, 11 Mei 2020
0 Comments: