Ingatan; Jalan Menuju Masa Lalu

4/20/2020 05:08:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


 Hanya ada satu jalan menuju masa lalu, yaitu jalan ingatan. Jika mau menapakinya, kiranya harus mulai dari mana? 

Misal saya pergi/mati, mungkin saya akan sedikit kecewa ketika yang hidup setiap hari mulai melupakan kita seiring jam berganti. Tapi ternyata jika dipikir kembali, jika itu saya. Saya akan lebih sedih jika mereka yang masih ada (hidup) tidak (mau/bisa) melupakan saya dengan berbagi usaha didapat agar terus mengingat, ntah dengan kesukaan, kebiasaan, ulang tahun saya, anak/keluarga saya apapun sehingga mereka tidak lupa. Tapi... Bagi saya ingatan adalah beban bagi ia yang mengingat. Iya beban!. Indah atau buruk. Berkah atau dendam. Sekalipun indah, jika itu beban bagi orang yang mengingat, saya tidak akan pilih! Meninggalkan mereka dengan menanggung beban, jauh lebih menyakitkan rasanya ketimbang kecewa akibat perlahan dilupakan.

Saya punya teman, dia hidup 4 tahun di perantauan "menderita" sebab berpisah secara sadar dari kekasihnya (sekarang mantan kekasihnya). Kenapa menjadi beban? Karena dia menyimpannya sebagai beban (ingatan yang sukar udahan, dirawat sebagai keindahan sekaligus pesakitan). Setiap hari misal ia melihat, mendengar perempuan lain atau apapun yang berkaitan dengan mantan kekasihnya dulu, akan selalu ia jadikan jalan untuk menemui perempuan yang besar di masa lalunya tersebut. Menemani, mendampingi, berbagi kasih, diskusi, beradu argumentasi, sampai sama-sama pernah punya mimpi untuk merajut janji sehidup semati sampai yaumul akhir. Mungkin. "Pemuda Mana yang akan selamat dari api cinta!", Jelas Rumi. Tidak lebay memang begitu refleksinya.

Nah dari berbagai informasi pengetahuan atau pengalaman orang-orang yang sudah merasakan, saya paham secara nalar bahwa ya memang sebagaimana pelupa kita harus belajar mengingat biar tidak lupa (LUPA itu bukan berarti membuang, beda). Akhir-akhir ini, selain bekerja dan tetap produktif menata masa depan (hiyaaaak) saya juga tidak melupakan bahwa saya harus merawat diri (olah raga, olah rasa, olah pikir). Self-love saya salah satunya, selain jajan, adalah menonton drama korea. Saya lakukan itu selepas pulang, sejak Sekolah Dasar dulu. Kurang lebih sudah 10 tahun, bukan waktu yang singkat wkwk mengingat saya anak yang gampang bosen, dalam beberapa hal. Misal di chat hanya ditanya "lagi apa?" "Udah makan apa belum" setiap hari, berulang dengan orang yang sama. Jengkel bukan lagi bosan. Misalnya. Wkwk sorry to say.

Nah apa hubungannya? Jadi dalam drama find me in your memory 2020 Saya diperkenalkan dengan istilah ilmiah, "HYPERTHEMISIA". Dimana orang dengan syndrome itu, dia tidak bisa melupakan sedetik saja masa lalunya. Ingatan yang berlebih. Padahal normalnya manusia untuk bertahan hidup adalah dengan melupakan yang lalu, agar otaknya kembali menerima hal yang baru. Ntah itu person (manusia), kejadian, atau tanda. Nah alasan kedua kenapa saya bilang ingatan itu beban bagi si pengingat, sudah jelas selain dari alasan pertama yaitu "pilihan si pengingat untuk mengingat nya alias merawat kenangan tersebut itu tidak terasa mengikis pikir, menjadi beban". Adalah karena ingatan selalu menjadi jembatan penghubung antara masa hidup kita sekarang dengan jalan lalu yang sudah kita tempuh. Saya tidak mengatakan itu buruk. Itu baik, sangat baik untuk beberapa hal, misal merawat ingatan tentang kasus-kasus besar Pelanggaran HAM di Indonesia. Harus dirawat, diingat, kemudian selesai kan.

Tapi, untuk relasi ingatan person to person sebagai contoh teman saya tadi, atau hubungan perselingkuhan, perceraian antara ibu dan ayah, ditinggalkannya anak dan istri tanpa nafkah oleh suami keparat, dan kejadian sakit serupa lainnya itu harus dikubur sebagai rasa nyeri, itu penyakit. Istirahat kan rasa sakit itu diatas pusara hari kemarin mu, tapi ingat sebagai reminder-self agar tidak ditipu, dicurangi dan tidak jatuh dilubang serupa kedua kali. Catet!

Saya sematkan di profile blog ini, bahwa ruang ini adalah kalkulasi pendalaman pikiran dan perasaan tempat setiap hari saya memupuk dan memperbaiki keberanian. Senada dengan itu, mulai sekarang saya berani belajar untuk "tidak apa-apa" ketika saya suatu waktu, perlahan dilupakan oleh mereka yang selalu berjuang atas nama saya, mendo'akan nyaris separuh nafasnya hanya agar saya selamat dan sukses sejak dari dunia sampai akhirat, mendampingi saya secara imbang dalam hal keilmuan sampai perasaan.

Terima kasih. Berat sepertinya, memang dilupakan tu, apalagi oleh orangtua atau keluarga. Mamah, Appa, Aa, Dedek, suami, anak, sahabat, tolong baca kembali tulisan ini, untuk orang-orang terkasih dan yang mengasihi saya selama hidup dan ada di bumi, misal habis waktunya, tolong lupakanlah. Jika rindu, kirimi saja dengan al-fatihah karena saya Muslim. Jangan jadikan saya kenangan indah atau buruk yang hanya membuat mereka yang mengingat saya menderita. Sebab mungkin perpisahan, penyesalan, hutang budi, perkataan atau perbuatan kasar, hutang dan sebab-sebab lainnya.

Sudah lupakan. Jauh sebelum saya pergi atau mati, tidak diminta pun InsyaAllah sudah lapang. Termasuk orang yang sudah menyakiti Mbak Iffah, beberapa hari lalu. Semoga Allah kembalikan fitrah ke-ibu an mu sebagai seorang pemberi kasih. Lupakan, lanjutkan hidup sebagaimana mestinya, dengan orang yang baru, pengalaman dan suasana baru.

Upayakan selalu bahagia :)

Yogyakarta, 20 April 2020

You Might Also Like

0 Comments: