Did You?

3/27/2020 04:57:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


The way to love me isn’t hard
Just hold me tight like you are now
We don’t know what will happen to us later
But I like that nothing’s decided
Who cares what others say?

We can’t live without each other, so what’s the problem?
We can be more in love together
If you start to like someone else
If I get used to not being with you

When that time comes, when it’s that time
Only then we can break up
The way to love you isn’t hard
If I smile once more and care for you more
The way we love isn’t hard

If we look at each other like it’s the first time every time
Who cares what others say?
We can’t live without each other, so what’s the problem?

We can be more in love together
If you start to like someone else
If I get used to not being with you
When that time comes, when it’s that time

Then, then
Whether you want it or not, I’m going to hold into you
When I get too tired that I can’t even walk
When that time comes, when it’s that time
Only then we can break up

Yogyakarta, 27 March 2020

0 Comments:

Mari wujudkan hidup "yang bagaimana" sebab ia adalah besaran do'a dan ikhtiar juga kalkulasi jumlah atas pilihan.

3/26/2020 03:02:00 PM Sena Putri Safitri 0 Comments


Istri yang ditinggalkan suami itu janda.
Suami yang ditinggalkan istri itu duda.
Anak yang ditinggalkan orangtua itu yatim piatu.
Tapi kenapa tidak ada sebutan untuk orangtua yang ditinggalkan anak?
Karena tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan penderitaan tersebut. (Itulah mengapa ungkapan mengatakan "kasih ibu (orangtua) sepanjang masa" kasih anak sepanjang galah). Atau apa? Tolong jelaskan.

Sadar pun tidak, peduli atau acuh banyak sekali yang meninggalkan dunia ini setiap harinya, ntah sebab kematian atau dicampakkan kehadiran (kepergian) atau mendadak kena virus Corona. Bukankah kita yang ditinggalkan hanya berfikir
"bukan aku kan?"
"Belum saatnya anak ku kan?"
"Tidak mungkin orangtua ku kan?"
"Barangkali bukan suami/istriku kan?"
Apa kita yang hidup pernah berfikir kenapa kita was-was (takut; tidak tenang) jika dihadapkan dengan realitas atas pertanyaan-pertanyaan yang demikian?
Kenapa manusia sukar merayakan perpisahan? kesepian; kepergian; ketiadaan. 
Moralitas mana yang mengaturnya?

Kenapa harus menangis?
Kenapa lantas bersedih setelah ada yang pergi?
Berasa menyiakan kesempatan untuk berbakti?
Membuang beribu peluang yang sempat tampak?
Tidak percaya pada kemungkinan yang ada?
Kenapa?!

Padahal sebenar-benarnya berpisah bagiku adalah ketika nama seseorang pura-pura dilupa. Dekat yang jauh itu menyiksa. Maka segera lepaskan dengan pemakluman; pemaafan; pemaknaan.

Maka, shopya jika hari ini kamu tidak berjalan, besok kamu harus berlari!.
Tentu memang ada imbas dan konsekuensi dari keduanya.
Tapi jika tidak melakukan apapun (berhenti total), maka stagnasi hidup yang bagaimana kiranya yang kita gelisahkan? 😂

Sungguh bermanfaat hidup Albert Camus, semasa hidupnya dia hanya focus pada "La Tentation la plus dangereuse: ne ressembler à rien". Dia bilang: "Sekalipun tidak terlihat, menjadi yang terdepan memang melelahkan tapi menjadi biasa saja dan tidak berbuat apa-apa tidak menjadikan kamu siapa-siapa."
Kalimat yang baik datang dari hati sederhana yang lapang, layak jika orang-orang sepertinya hidup bahagia karena membagi kebermanfaatan dan bahagianya dengan sesama. Mulia setiap sukma manusia yang mengambil nilai dari manusia dan atau kepergian sebelumnya.

Bahagia itu adalah makna, jangan dicari!. Syukuri prosesnya. (Q.S. Ibrahim; 7).
Sebaik-baiknya kesetiaan adalah keberpihakkan yang persisten.
Ajek tidak terperdaya rayuan; ujian.
Mantra yang mungkin saya bagi hari ini adalah;
Manusia itu punya dua rupa (sisi); mustahil ia pernah mencintai, tanpa mencintai dirinya sendiri!. Dengan begitu berimbang; pikiran dan perasaannya menuntun kita pada penghargaan atas pencapaian orang lain.

Billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat.

Yogyakarta, 26 Maret 2020

0 Comments:

Bada Subuh

3/04/2020 05:48:00 AM Sena Putri Safitri 0 Comments


Di musim seperti ini
Musim dalam peti mati
Sempit, dingin dan sepi
Ada yang gugur dari mata hitamku
Mata pekat; kalap paling biadab

Aku sedang menyesal
Bukan lagi pada kesempatan, waktu atau pencapaian
Tapi pada setiap manusia yang mengucap lantang rasa suka
Ditengah usianya yang belum dewasa,
Tak berpikir panjang yang penting keinginan (bisa jadi) kemudian merusak
Tak sedikit pula belia yang seolah tahu segalanya.

Aku selalu menyesal terhadap laki-laki dan perempuan yang ia begitu mudah menitipkan suka-cinta nya padahal tidak ada rasionalitas ketika ditanya
Minimal "kenapa?" bukan "lantas bagaimana implikasi setelahnya?" Uuh memabukkan.
Perempuan dikatakannya ibarat laut yang menenggelamkan, atau laki-laki yang menerima banyak kasih sayang juga kepala buaya.

Padahal kau yang tidak tegap; sukar bertahan
Tahu diri! Itu yang sering orang abaikan
Selepas percaya diri yang begitu menjulang.
Pantas Rumi, berulang menegaskan "Pemuda mana yang akan selamat dari api cinta"
Bagiku pikiran!

Menjaga kita dari sebab-sebab paling jahanam
Karenanya, kita harus tahu jalan pikiran
Jika jalan pulang masih setajam pedang
Maka anggap saja perasaan mu hanya kata-kata 
Yang biasa ditulis perempuan dan laki-laki dewasa.

Yogyakarta, 4 Maret 2020

0 Comments: