Mula-Mula Jatuh Diantara 2 Pria, Lalu Cinta Berakhir Untuk Indonesia (Ir. Soekarno dan Muh. Hatta)
Katanya perdebatan itu mengeraskan hati, meninggalkan kebencian selepasnya (Al-Hadist). Tapi asal pembaca tahu, Indonesia itu diciptakan melalui dialektika yang panjang penuh bidasan. Kesepakatan yang matang bukan tanpa persetujuan antar penggagas. Tercatat dalam Memoar nya Hatta sosok Ir. Soekarno tidak pernah tidak memikirkan indonesia. (catat bukan karena saya debater), prihal dialektik-argumentatif saya rasa semua orang (tidak melihat dia siapa dan darimana asalnya) harus mampu memperjuangkan sudut pandang pokok pikirannya tentu dengan rasionalitas yang paling sederhana serta yang utama santun dalam menyampaikan. Sifat legowo akan intrupsi lawan bicara juga harus menjadi kebiasaan. Biasa saja. Namanya juga bertukar pikiran. Turunkan kadar reaksioneritas, optimalkan solusi yang aplikatif, pro terhadap rakyat, keadilan dan kebenaran.
Sebaik-baiknya cinta adalah yang mencintai tanpa pertemuan sebelumnya tapi mengimani kelak mungkin Tuhan persatukan (Panutan Umat Islam Rasul Muhammad Sollallahu 'Alaihi Wassalam). Teladan politikus, pebisnis, guru, ulama, semua manusia sampai akhir zaman. Tapi, sedari sore saya baca buku ini (mengingat melihat tema ILC malam ini adalah tentang relasi negara dan agama) saya terdorong menghabiskan bacaan dengan niatan gak bego-bego banget saat para intelektual itu berbicara di layar kaca 😂 dan ternyata apa yang saya dapat? Dari halaman pertama saya sudah jatuh dengan gagasan-gasan Hatta untuk indonesia, bukan hanya pengetahuan yang saya dapat (padahal niat sebelum membaca siapa tahu ada korelasi nya dengan tema) tapi kedua tokoh yang orang sebut sebagai nasionalis (Soekarno) dan sosok agamis (Hatta) beliau saling memuji dengan saling memberi anti-thesa dalam tulisan. Misal gagasan pertama prihal "Ir Soekarno menginginkan negara ini adalah negara yang sekular" (searching artikel-artikel Soekarno tahun 1973, salah satunya yang berkaitan dengan pernyataan negara dan agama tidak boleh dicampur-aduk kan dengan alasan demokrasi).
Tak kalah cerdas, Hatta kemudian mempublikasikan pemikiran anti-thesis nya terhadap kawan berfikir dan lawan bicaranya itu bahwa tidak boleh negara dan agama dijauhkan; dipisah. Dua hal yang beriringan.
Kalo bahasa anak Hukum Tata Negar nya, jadilah Indonesia yang sekarang sudah berumur 74 Tahun, adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3) yang beragama. Bukan negara agama, bukan negara sekular. Tapi sungguh dekat nilai-nilai agama (yang ada di Indonesia juga beragam kepercayaan yang ada) dibawalah dalam implementasi sistem pemerintahan. Apa namanya? Pancasila (ideology; falsafah negara).
Nyaris mustahil ideology bangsa dirubah (di amandemen). Bukan karena sayangnya hasil perjuangan para pendahulu bangsa tapi karena esensinya sebagai fondasi berupa 5 sila yang di kristalisasi dari nilai-nilai Ketuhanan dan menjadi ruh dari setiap produk peraturan perundang-undangan sejak indonesia ada. Merdeka.
Kesimpulan nya tidak perlu banyak dan jelas tidak membingungkan, pengetahuan adalah cinta, saya rasa agama dan negara seperti jiwa dan raga ndak boleh; ndak bisa di pilah; dipisah.
Negara dan agama adalah dua nilai yang sama, tidak patut sebagai seorang pembelajar men-duel-ethics-an nilai yang sama.
Indonesia itu milik kita semua, milik warga negara indonesia (WNI) titipan Tuhan yang harus dijaga, dirawat (bukan bukan mendidik oligarki meraih posisi hingga bisa lalu lenggang eksploitatif). Semoga panjang usia negeri ini serta mendapat cinta kasih yang tulus dari penghuninya (Kita, warga negaranya). Jangan merasa paling indonesia, paling pancasilais, paling kanan (agamis) / kiri (komunis) macam grak jalan perayaan kemerdekaan 17 Agustus masa sekolah 😂
Namanya juga demokrasi ndak bisa asal senang sendiri!.
Sena Putri Safitri, S.H. (Pegiat Hukum Tata Negara)
Tasikmalaya, 23 Pebruari 2020
0 Comments: